Haloooo, apa kabar? Di tulisan hari ini, saya mau share tentang Toilet Training untuk anak pertama saya yang awalnya parno sampai akhirnya takjub sendiri sama kemampuan dia.
Sebenarnya, saya udah mulai coba menerapkan Toilet Training waktu Sarah berusia 20 bulan karena lihat di IG story, teman-teman yang lain udah mulai melakukan itu ke anak-anaknya. Saya coba mulai dengan persediaan seadanya, yaitu: celana dalam tipis sekitar 6 buah. Dan saat itu, saya merasa harus coba di saat suami libur kerja, biar Musa ada yang jagain. Terus, sounding ke Sarah masih dilakukan di hari yang sama, "Sarah, kalau mau BAK atau BAB, bilang ya". Berhasil? Boro boro! Lantai basaaaah karena pipisnya, celana kotor karena BAB nya. Pusing banget hari itu, kesel ke diri sendiri apa lagi. Akhirnya Sarah kembali saya pakaikan popok lagi dan ngerasa, yaaa mungkin belum sekarang. DAN MENYERAH
Sampai akhirnya Sarah berusia 3 tahun, saya merasa dia udah pandai berkomunikasi dan menyampaikan pendapatnya. Ditambah lagi sepupunya udah mulai lepas popok. Akhirnya saya merasa siap untuk mencobanya lagi dan PD kalau bisa walaupun Babanya lagi ga libur kerja karena Musa juga udah lebih paham. Dan untuk perlengkapan yang saya sediakan juga disiapkan lebih matang: beli tatur, alias celana untuk toilet training. Tujuannya sih biar kalau dia BAK atau BAB di celana, ga akan beleber ke lantai, hehe.
Hari pertama latihan dengan memperhatikan jam dia minum, sebanyak apa minumnya, dan gelagatnya. Hasilnya 1x pipis di celana. Tidur pun masih saya pakaikan popok
Hari kedua, selalu bilang kalau mau pipis, tapi saat BAB, karena dia kebiasaaan mengeluarkannya sambil berdiri, jadi dia keluarkan dulu, baru bilang. Hmmmm sedihnya. Terus di sounding kalau BAB bukan sambil berdiri kayak tadi ya, sayang. Itu sebelum kamu jadi super, karena sekarang sudah super, bisa tiru cara mamah yaaa, buangnya langsung di WC. Tidur malam saya pakaikan popok dan takjub saat paginya ternyata popok tetap kering
Hari ketiga, melihat gelagat mau BAB, langsung saya larikan ke kamar mandiri dan posisikan dia di atas WC. Saya terus arahkan dan kasih kepercayaan, "Ayo, Sarah bisa sayang". Dan MasyaAllah berhasil. Tapi malamnya, karena saya kepedean dengan pengalaman semalam yang popoknya kering sampai pagi, akhirnya saya coba pakaikan dia celana biasa. Sayangnya dia minum banyak dan waktu subuh saya pegang celananya, eeeeh pipis di kasur, hehehe.. Akhirnya saya kembali memakaikan popok setiap dia mau tidur
Hari keempat, sudah lancar tapi masih minta dibantu untuk melepaskan celana dan diantar ke kamar mandi dan pegang kaki saya, karena WC nya kan jongkok yaaa, jadi mayan effort juga tuh dia nahan keseimbangan, hehe. Malamnya saya selalu ajak sebelum tidur buat pipis dulu. Dan kalau setelah pipis, dia minum lagi, dini hari harus saya bawa ke kamar mandi untuk pipis, tapi malah nangis karena dibangungin, hahaha
Hari kelima, saya merasa makin ada perkembangan. Sarah mulai berlatih mandiri dengan lepas celananya sendiri, ke kamar mandi sendiri, dan di atur posisinya sendiri, tapi malamnya masih saya pakaikan popok karena takut basah lagi kasurnya. Paginya, Alhamdulillah aman
Hari keenam, bismillah, memutuskan buat benar-benar lepas popok saat tidur dan mengarahkan untuk mandiri sambil memantau gerak-geriknya. Alhamdulillah atas ijin Allah, Sarah lulus juga
--------
Semenjak itu, keluar rumah dan bahkan diajak belanja di cimol pun kondisinya terkendali dan bilang kalau mau pipis dan BAB. MasyaAllah, udah besar yaaa anak mamah
Jadi, dari yang saya alami ini, kuncinya adalah MEMULAI, hehehe. Buat tau apa sebenarnya anak kita udah siap atau belum, kitanya juga udah siap apa belum, apalagi mental yaaa, duh harus positif bawaannya. Dan yang paling penting adalah proses anak kita belajar hal baru bahkan ototnya juga bisa mengendalikan kapan rasa ingin pipisnya harus ditahan dulu, karena kan butuh waktu untuk melepas celana sampai akhirnya ada di posisi untuk BAK. Alhamdulillah
0 Comments